Erwin Aksa Tekankan Literasi Ekonomi Syariah Jadi Kunci Kemandirian Umat dan Bangsa
JKT.NEWS -- Ekonomi syariah kini menjadi salah satu motor penting dalam upaya mewujudkan kemandirian bangsa. Dalam konteks keindonesiaan yang majemuk, penguatan literasi, pemberdayaan UMKM, serta pengembangan rantai nilai halal menjadi strategi penting untuk memperkuat daya saing global.
“Indeks literasi yang semula 28% kini meningkat menjadi 42,84% pada 2024, dan ditargetkan mencapai 50% ke depan,” ujar Erwin, seraya menekankan peran literasi sebagai fondasi utama.
Menurutnya, pendidikan vokasi dan pelatihan UMKM mengenai standar halal, branding, hingga manajemen keuangan syariah merupakan agenda penting untuk meningkatkan daya saing umat.
Dalam paparannya, Erwin menilai ekonomi syariah memiliki kekuatan moral, spiritual, sekaligus pragmatis. “Ekonomi syariah relevan untuk membangun kemandirian bangsa, terutama melalui UMKM dan basis sosial keagamaan,” jelasnya.
Data global turut menguatkan optimisme ini. The State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2025 mencatat Indonesia naik ke peringkat ketiga dunia dalam Global Islamic Economy Indicator. Indonesia menonjol dalam sektor modest fashion, pariwisata ramah Muslim, farmasi, dan kosmetik halal.
Pertumbuhan ekonomi syariah nasional pada 2025 diproyeksikan mencapai 4,8% hingga 5,6%. Aset keuangan syariah diperkirakan menembus Rp 3.157,9 hingga Rp 3.430,9 triliun, dengan pembiayaan perbankan syariah tumbuh positif 9,87% (YoY) per Desember 2024. Lebih dari 25% perekonomian nasional kini disokong halal value chain, termasuk makanan, minuman, fashion, pariwisata, dan pertanian.
Potensi Umat dan Teknologi
Erwin menekankan UMKM sebagai basis utama. Produk halal, kuliner, fashion, kerajinan, dan jasa keagamaan menjadi sektor potensial.
“Daerah dengan bahan baku pertanian dan kerajinan bisa masuk dalam rantai nilai halal produksi lokal,” ujarnya.
Selain itu, peluang digital juga besar. E-commerce halal, fintech syariah, sertifikasi halal digital, hingga inovasi berbasis riset lokal disebut sebagai penopang baru ekonomi syariah nasional.
Meski potensi luas, hambatan tetap ada. Kebutuhan pembiayaan UMKM diperkirakan mencapai Rp 4.300 triliun pada 2026, tetapi realisasi masih jauh di bawah. Akses dan biaya sertifikasi halal, rantai pasok, hingga infrastruktur logistik juga masih terbatas.
“Tantangan lain meliputi literasi yang belum merata serta regulasi yang belum sinkron antara pusat dan daerah,” ungkap Erwin. Skala usaha kecil dan daya saing produk juga menjadi pekerjaan rumah.
Peran DPR dan Arah ke Depan
Erwin menegaskan DPR berkomitmen memperkuat regulasi. Upaya yang dilakukan antara lain memudahkan pembiayaan syariah, mempercepat sertifikasi halal, serta memastikan mutu produk.
“Ekonomi syariah memiliki potensi besar sebagai instrumen kemandirian bangsa melalui pemberdayaan umat,” jelasnya.
DPR juga mendorong alokasi anggaran khusus, insentif fiskal, serta kolaborasi lintas sektor.
“Mari kita wujudkan kebijakan pro rakyat, pro syariah, pro keadilan, supaya umat tidak hanya jadi objek kebijakan tetapi subjek yang aktif memimpin ekonomi syariah,” ujarnya.
Indonesia menargetkan menjadi pusat ekonomi syariah dunia pada 2029 melalui penguatan rantai nilai halal, literasi, dan regulasi adaptif.
Ia menyebut agenda seminar ini sebagai langkah memperkuat kesadaran kolektif antara akademisi, masyarakat, dan pemerintah.
“Optimalisasi ekonomi syariah tidak hanya menjadi solusi pemberdayaan umat, tetapi juga jalan menuju kemandirian nasional yang berkeadilan,” tutupnya.
ADAM SUKIMAN